Disharmoni Bupati - Wakil Bupati Sidoarjo, Jangan Korbankan Rakyat

Reporter : Syaiful
Disharmoni Bupati - Wakil Bupati Sidoarjo, Jangan Korbankan Rakyat. (Foto : Ilustrasi AI)

SIDOARJO, KABARHIT.COM - Hubungan antara Bupati Subandi dan Wakil Bupati Mimik Idayana yang memanas sejak Juni 2025 ternyata bukan sekadar persoalan pribadi. Ketegangan yang tersulut di ruang publik ini justru dipandang sebagai ujian moral dalam tata kelola pemerintahan

Penilaian tajam ini datang dari seorang pegiat anti korupsi dan pegiat kajian sosial-politik Jawa Timur Bambang Ashraf HS, saat dihubungi redaksi Kabarhit.com melalui WhatsApp, Sabtu (20/9/2025) pagi.

Baca juga: Bupati Sidoarjo Pastikan 60.389 KPM Terima Bantuan Beras 10 Kg Selama 6 Bulan Berturut-turut

"Sesuai aturan UU No. 23 Tahun 2014 yang berbunyi wakil bupati memiliki tugas strategis adalah membantu kepala daerah dalam mengawasi, mengevaluasi, dan memberi pertimbangan atas kebijakan," ujar Ashraf sapaan akrabnya. 

Ashraf menyatakan bahwa jika peran itu dikecilkan hanya sebatas pelengkap, maka ruh konstitusi pemerintahan daerah diabaikan. 

"Begitu pula mutasi ASN yang semestinya berbasis meritokrasi sesuai UU No. 5 Tahun 2014, bukan produk tarik - menarik politik," jelasnya. 

Ia juga mengungkapkan bahwa dampak nyata kini adalah serapan APBD tersendat, proyek jalan dan drainase tertunda hingga ancaman banjir serta macet menghantui masyarakat. 

"Sesuai UU No. 25 tahun 2009 tentang menjamin hak publik atas pelayanan yang layak, jalan aman dan lingkungan yang bersih," ungkap pegiat antikorupsi Jawa Timur. 

Baca juga: Pemkab Sidoarjo membangun drainase panjang 1 km di ruas jalan beton Geluran-Suko

"Rakyat tidak bisa diminta menunggu para pejabat akur dulu untuk merasakan hak-hak dasar mereka," tambahnya. 

Menurut Ashraf, seharusnya kita belajar dari kasus Bojonegoro dan Tasikmalaya, pola yang sama berulang serta disharmoni di elite melahirkan stagnasi di birokrasi.

"Karena itu, DPRD sesuai kewenangannya wajib turun dengan fungsi pengawasan, sementara Kemendagri memiliki ruang untuk memfasilitasi mediasi agar pelayanan publik tidak terus jadi korban," imbuh Ashraf. 

Baca juga: Pengamat Nilai Proyek Masif Betonisasi Sidoarjo Jadi Kabar Menggembirakan Untuk Semua Lapisan Masyarakat

Ashraf menekankan bahwa kebijaksanaan menuntut para pemimpin daerah menanggalkan ego, mengutamakan akuntabilitas, dan kepentingan masyarakat. 

"Rakyat membutuhkan pelayanan nyata bukan drama politik. Jika konflik tidak dikelola, maka yang terjadi bukan sekadar keretakan diatas, melainkan kerugian di bawah - dipundak warga yang jalanannya berlubang, lingkungan kotor, dan sungainya meluap," imbuh dia. 

"Pemerintah Daerah wajib mengingat bahwa jabatan adalah amanah, bukan arena pertarungan kuasa," tutupnya.

Editor : Syaiful

PEMERINTAHAN
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru