Hearing DPRD Surabaya: Warga GSI Kecewa, Pengembang Lepas Tanggung Jawab?

SURABAYA, KABARHIT.COM – Komisi A DPRD Kota Surabaya menggelar rapat dengar pendapat (hearing) terkait protes warga Perumahan Gunung Sari Indah (GSI) Kelurahan Kedurus terhadap proyek pembangunan Perumahan Alana oleh PT Tumerus Jaya Propertindo. Namun, alih-alih memberikan solusi tegas, hasil hearing justru menimbulkan tanda tanya besar: apakah DPRD benar-benar berpihak pada warga atau sekadar formalitas belaka?

Rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi A, Yona Bagus Widyatmoko, dihadiri oleh anggota Komisi A, perwakilan dinas terkait, Lurah Kedurus, serta beberapa Ketua RW di Perumahan GSI. Warga dengan tegas memprotes dugaan penyalahgunaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) oleh pengembang Perumahan Alana.

Menurut perwakilan warga, Suroso, PT Tumerus Jaya Propertindo menggunakan tanah PSU milik PT Agra Paripurna GSI untuk membangun saluran pembuangan air tanpa izin yang sah. Ironisnya, PSU GSI hingga kini belum diserahkan secara resmi kepada Pemerintah Kota Surabaya, sementara PT Agra Paripurna justru masuk dalam daftar hitam (blacklist).

“Seharusnya pengembang menyediakan PSU di atas tanah miliknya sendiri. Tapi yang terjadi di lapangan, gorong-gorong dan saluran air limbah justru dibangun di tanah fasum GSI tanpa dasar hukum yang jelas,” tegas Suroso.

Suroso juga mengkritisi adanya Memorandum of Understanding (MoU) antara beberapa Ketua RW GSI dengan pihak pengembang. Menurutnya, MoU tersebut tidak memiliki kekuatan hukum karena hanya bermaterai RW, bukan dokumen resmi dari pihak berwenang.

Di sisi lain, perwakilan PT Tumerus Jaya Propertindo, Ferdi Wijaya, berdalih bahwa tanah yang digunakan adalah milik PT Agra Paripurna yang telah dibeli secara sah melalui beberapa proses transaksi dengan PT Mitra Karisma Niaga.

“Kami membangun di tanah yang sah kami beli dan sudah berkoordinasi dengan Ketua RW,” ujarnya.

Namun, pernyataan ini justru semakin mengaburkan persoalan. Jika memang tanah tersebut sudah dibeli, mengapa masih ada polemik tentang legalitas penggunaan PSU?

Lurah Kedurus, Wisnu Purwowiyono, menyoroti bahwa proyek perumahan ini tidak sesuai dengan kondisi lingkungan sekitar. Ia bahkan menyebut bahwa perubahan signifikan dalam proyek ini telah menyebabkan munculnya genangan air di beberapa titik, terutama di Blok L.

Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) pun membenarkan bahwa PT Tumerus Jaya Propertindo belum berkoordinasi dengan mereka. Bahkan, ketika dinas bersama perangkat wilayah melakukan survei drainase pada Desember lalu, pihak keamanan menolak mereka masuk.

Namun, meski berbagai permasalahan mencuat dalam hearing, keputusan yang diambil Komisi A terasa minim ketegasan. Mereka hanya meminta Perumahan Alana untuk mengeruk carport agar plengsengan rumah tidak masuk ke PSU GSI, tanpa ada sanksi jelas jika pengembang tetap mengabaikan aturan.

Komisi A juga sekadar meminta PT Tumerus Jaya Propertindo untuk berkoordinasi dengan pihak terkait dan melaporkan hasilnya. Tidak ada langkah konkret untuk menindak pengembang jika ditemukan pelanggaran lebih lanjut.

Warga GSI pun mempertanyakan, apakah DPRD benar-benar menjalankan fungsi pengawasannya, atau hanya sekadar menjadi penengah tanpa keberpihakan yang jelas? Jika pengembang terus melanggar aturan tanpa konsekuensi, lalu siapa yang akan melindungi hak-hak warga?

Dalam waktu dekat, Komisi A berencana melakukan inspeksi lapangan. Namun, tanpa ketegasan sejak awal, akankah langkah ini benar-benar menghasilkan solusi nyata atau hanya formalitas belaka? Warga masih menunggu, apakah DPRD benar-benar berpihak kepada mereka atau justru membiarkan pengembang terus melenggang tanpa hambatan. (*)

Editor : Deni