JAKARTA, KABARHIT.COM– Pemerintah mencatat penerimaan pajak dari sektor usaha ekonomi digital mencapai Rp33,56 triliun hingga 28 Februari 2025. Pendapatan ini berasal dari berbagai jenis pajak, termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebesar Rp26,18 triliun, pajak kripto Rp1,21 triliun, pajak fintech (P2P lending) Rp3,23 triliun, serta pajak Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) sebesar Rp2,94 triliun.
Dalam laporan tersebut, pemerintah juga mengungkapkan bahwa hingga Februari 2025, sebanyak 211 pelaku usaha PMSE telah ditunjuk sebagai pemungut PPN. Pada bulan yang sama, sepuluh Wajib Pajak PMSE dalam negeri dihapus dan digabungkan ke NPWP Pusat Badan dengan flagging PMSE.
Kesepuluh perusahaan tersebut meliputi PT. Jingdong Indonesia Pertama, PT. Shopee International Indonesia, PT. Ecart Webportal Indonesia, PT. Bukalapak.Com, PT. Tokopedia, PT. Global Digital Niaga, PT. Dua Puluh Empat Jam Online, PT. Fashion Marketplace Indonesia, PT. Ocommerce Capital Indonesia, dan PT. Final Impian Niaga.
Dari seluruh pemungut yang telah ditunjuk, 188 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE dengan total Rp26,18 triliun. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa penerimaan ini terdiri dari Rp731,4 miliar pada tahun 2020, Rp3,90 triliun pada 2021, Rp5,51 triliun pada 2022, Rp6,76 triliun pada 2023, Rp8,44 triliun pada 2024, dan Rp830,3 miliar pada 2025.
Selain PPN PMSE, penerimaan pajak dari transaksi kripto mencapai Rp1,21 triliun hingga Februari 2025. Penerimaan ini terdiri dari Rp246,45 miliar pada 2022, Rp220,83 miliar pada 2023, Rp620,4 miliar pada 2024, dan Rp126,39 miliar pada 2025. Pajak kripto tersebut mencakup PPh 22 atas transaksi penjualan aset kripto di exchanger sebesar Rp560,61 miliar serta PPN DN atas transaksi pembelian kripto sebesar Rp653,46 miliar.
Sementara itu, pajak dari sektor fintech (P2P lending) turut memberikan kontribusi sebesar Rp3,23 triliun. Pendapatan ini berasal dari Rp446,39 miliar pada 2022, Rp1,11 triliun pada 2023, Rp1,48 triliun pada 2024, dan Rp196,49 miliar pada 2025. Pajak fintech ini mencakup PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dan Badan Usaha Tetap (BUT) sebesar Rp832,59 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) sebesar Rp720,74 miliar, serta PPN DN atas setoran masa senilai Rp1,68 triliun.
Pajak dari transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) turut menyumbang Rp2,94 triliun dalam penerimaan negara. Penerimaan ini terdiri dari Rp402,38 miliar pada 2022, Rp1,12 triliun pada 2023, Rp1,33 triliun pada 2024, dan Rp93,93 miliar pada 2025. Pajak SIPP terdiri atas PPh sebesar Rp199,96 miliar dan PPN sebesar Rp2,74 triliun.
Dwi Astuti menegaskan bahwa pemerintah akan terus menunjuk pelaku usaha PMSE yang beroperasi di Indonesia untuk memastikan keadilan dan kesetaraan berusaha antara bisnis konvensional dan digital.
“Kami juga terus menggali potensi pajak lain dari sektor ekonomi digital, seperti pajak kripto atas transaksi aset digital, pajak fintech dari bunga pinjaman, serta pajak SIPP dari transaksi pengadaan barang dan jasa,” pungkasnya.
Editor : Deni