Bakesbangpol Jatim Diduga Cacat Hukum dalam Pembentukan FPK Jatim 2024-2027

SURABAYA. KABARHIT.COM - Pembentukan dan penyusunan pengurus Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Jawa Timur masa bakti 2024-2027 dianggap cacat hukum. Perwakilan suku bangsa di Jawa Timur mengkritik rapat yang diadakan di gedung Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Jatim karena dinilai mengabaikan aturan yang berlaku.

Rapat yang digelar oleh Bakesbangpol Jatim tersebut diduga tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) dan Peraturan Gubernur (Pergub) Jatim. Beberapa wakil organisasi suku dan etnis yang hadir merasa terkejut karena acara yang dalam undangan disebut sebagai Rapat Inventarisasi Data Suku-suku Bangsa Indonesia dan Kegiatan Pembauran Kebangsaan berubah menjadi pembentukan dan pemilihan pengurus baru.

Perubahan agenda mendadak ini dipimpin oleh Kepala Bakesbangpol Jatim, Eddy Supriyanto, dan menuai protes dari banyak peserta rapat. Perwakilan suku dari Kalimantan menyatakan bahwa mereka diundang untuk menyampaikan data suku yang diwakilinya untuk diinventarisasi tingkat Jatim, bukan untuk mencalonkan diri menjadi pengurus. Mereka hadir melalui undangan dari FPK Kota Surabaya, sementara kepengurusan yang dibentuk adalah untuk FPK Provinsi Jatim.

Protes serupa juga disampaikan oleh beberapa wakil suku dari NTT, Sumatera, dan Sulawesi, yang tidak siap menjadi pengurus tingkat Jatim karena mereka sudah menjadi pengurus di FPK Kota Surabaya.

Menanggapi protes tersebut, Ketua FPK Jatim demisioner, HM Yousri Nur Raja Agam, mengingatkan Kepala Bakesbangpol Jatim bahwa pemilihan pengurus harus berpedoman pada Permendagri No 34 Tahun 2006 dan Pergub Jatim No 41 Tahun 2009, yang sama-sama pada BAB III Pasal 8 ayat (2) menyatakan, "Pembentukan FPK dilakukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemerintah Daerah".

Meskipun menyadari dasar hukum tersebut, Eddy Supriyanto tetap melanjutkan pemilihan pengurus dengan alasan bahwa peserta sudah berkumpul. Namun, beberapa peserta rapat tetap menolak, menegaskan bahwa yang hadir adalah pengurus FPK Kota Surabaya, bukan wakil organisasi suku tingkat provinsi.

Proses pemilihan pengurus dilakukan dengan cara menyebut nama calon yang terpampang di layar infokus dan meminta peserta mengacungkan tangan. Dari hasil penghitungan, Amiruddin Pase dari Suku Aceh dan Hoslih Abdullah dari Suku Madura memperoleh suara terbanyak, sama-sama didukung oleh tujuh suara. Karena jumlah suaranya sama, dilakukan undian dengan uang Rp 500, dan Amiruddin Pase terpilih sebagai Ketua FPK Jatim untuk periode 2024-2027.

Hoslih Abdullah dinyatakan sebagai Wakil Ketua I, sementara Nurul Ansori dari Suku Jawa ditunjuk sebagai Sekretaris, dan Grace Evi Ekawati mewakili Etnis Tionghoa sebagai Bendahara. Penetapan nama Ansori dan Evi tanpa melalui pemilihan memicu ketidakpuasan dari peserta rapat.

Hoslih Abdullah, Ketua FPK Kota Surabaya, menyesalkan perubahan agenda rapat dari inventarisasi data menjadi pemilihan pengurus FPK Jatim. "Ini jelas-jelas tidak sesuai dengan Permendagri dan Pergub Jatim. Jika tidak dikoreksi, bisa berdampak pada penggunaan anggaran yang bersumber dari dana APBD," ujarnya.

Hoslih menekankan pentingnya mematuhi Permendagri dan Pergub sebagai dasar pembentukan FPK di tingkat provinsi, seperti yang diingatkan oleh Yousri Raja Agam. "Sebaiknya Kepala Bakesbangpol Jatim melakukan kaji ulang dan mengadakan musyawarah kembali sesuai prosedur hukum yang benar," tambahnya.

Cak Dolah, panggilan akrab Hoslih Abdullah, menegaskan bahwa pelaksanaan rapat yang tidak sesuai aturan hukum bisa mempengaruhi penggunaan dana hibah dari APBD Jatim. "Kami merasa serba salah ikut rapat ini, karena mayoritas peserta rapat adalah pengurus FPK Kota Surabaya dan beberapa teman dari KONI Jatim dan Surabaya," pungkasnya.

Editor : Deni