SURABAYA,KABARHIT.COM Dalam upaya memastikan pengawasan tahapan Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya 2024 berjalan efektif, Bawaslu Kota Surabaya mengadakan Apel Siaga Pengawasan pada Minggu, 24 November 2024, di Jatim International Expo (JIE) Convention Exhibition, Jalan Ahmad Yani, Surabaya. Kegiatan yang melibatkan lebih dari 4.000 pengawas ini tampak monumental, tetapi kenyataan di lapangan justru memunculkan sejumlah pertanyaan.
Ketua Bawaslu Kota Surabaya, Novli Bernado Tyson, dalam pidatonya menekankan kesiapan jajaran pengawas untuk mengantisipasi potensi pelanggaran selama masa tenang hingga penghitungan suara. “Apel siaga ini bertujuan mempersiapkan pengawas di tingkat ad-hoc untuk meminimalisir praktik politik uang maupun manipulasi suara,” tegas Novli. Namun, apakah sekadar apel besar-besaran ini cukup untuk menjamin kinerja maksimal di tingkat TPS?
Lebih jauh, Novli menyebutkan instruksi untuk melakukan patroli pengawasan. Menariknya, tujuan dari patroli tersebut adalah “memberikan efek jera” kepada pelaku pelanggaran. Pernyataan ini patut dipertanyakan: apakah pendekatan ini benar-benar efektif dalam situasi di mana pelanggaran seperti politik uang sering kali terjadi secara sistematis dan tersembunyi?
Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Surabaya, Syafiudin, mengungkapkan bahwa terdapat 24 TPS dengan klasifikasi rawan, termasuk lokasi di wilayah bencana seperti Asamrowo dan Sukomanunggal. Selain itu, ada 265 TPS yang ditemukan memiliki pemilih tidak memenuhi syarat, seperti warga yang telah meninggal atau alih status menjadi anggota TNI/Polri. Namun, sejauh mana langkah mitigasi Bawaslu terhadap TPS rawan ini? Apakah hanya berupa kajian lokasi atau benar-benar diikuti tindakan konkret, seperti relokasi TPS?
“Koordinasi intensif antara pengawas TPS dengan KPPS, PPS, dan Panwascam menjadi kunci,” ujar Syafiudin. Pernyataan ini terdengar baik di atas kertas, tetapi bagaimana realisasi koordinasi ini di lapangan, khususnya dengan jumlah TPS yang mencapai ribuan?
Dalam kesempatan yang sama, Bawaslu juga mengonfirmasi bahwa penertiban alat peraga kampanye (APK) dilakukan serentak. Namun, pendataan jumlah dan klasifikasi APK masih dalam proses.
“Kami akan segera merilis hasilnya kepada publik,” janji Novli.
Tentu, publik menunggu realisasi janji ini—bukan sekadar pengumuman formal tanpa dampak nyata.
Meski Apel Siaga ini tampak megah dan terorganisir, realitas pengawasan Pilkada Surabaya 2024 masih menghadapi tantangan besar. Dari kerawanan TPS, koordinasi pengawas, hingga penertiban APK, semuanya membutuhkan lebih dari sekadar retorika. Apakah Bawaslu mampu menjawab ekspektasi publik atau justru terjebak dalam rutinitas simbolis semata? Waktu yang akan membuktikan.
Editor : Deni