Program Permakanan Lansia Menyusut, Komisi D Desak Sinkronisasi Data Bansos

Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir
Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir

SURABAYA, KABARHIT.COM — Komisi D DPRD Kota Surabaya menggelar rapat evaluasi kinerja Dinas Sosial (Dinsos) untuk Triwulan I Tahun Anggaran 2025 pada Rabu (30/4/2025). Rapat yang dipimpin Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir, tersebut dihadiri berbagai instansi, termasuk Bappedalitbang, Bapenda, BPKAD, Badan Pengadaan Barang/Jasa dan Administrasi Pembangunan, serta Dinsos Surabaya.

Isu utama yang mengemuka dalam rapat adalah menurunnya perhatian terhadap kaum lanjut usia (lansia), khususnya dalam bentuk program permakanan yang sebelumnya rutin hadir di tingkat RW. Anggota Komisi D, dr. Zuhrotul Mar’ah, menyampaikan keluhan masyarakat yang merasa para lansia kini luput dari perhatian pemerintah.

“Dulu hampir semua lansia di RW dapat permakanan. Sekarang mereka merasa tidak diperhatikan. Bahkan ada usulan agar lansia diberi kesempatan rekreasi, walau hanya sekali setahun,” tegas Zuhrotul. Ia juga menanyakan jumlah pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) yang masih aktif di Surabaya.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinsos Surabaya, Anna Fajriatin, menjelaskan bahwa perubahan kebijakan terjadi akibat aturan pemerintah pusat yang melarang bantuan ganda dari APBN dan APBD. Lansia yang telah menerima bantuan dari pusat, berupa bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp200 ribu per bulan yang dicairkan tiap tiga bulan, tidak dapat lagi menerima bantuan dari APBD.

“Saat ini hanya 488 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang masih dibantu APBD. Sebelumnya jumlahnya 11.773 KPM, selebihnya kini ditanggung APBN,” jelas Anna.

Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir, menyampaikan bahwa realisasi anggaran Dinsos pada triwulan pertama 2025 baru mencapai 14 persen dari total Rp105 miliar. Meski sebagian besar program bansos akan berjalan pada triwulan kedua dan ketiga, ia mengingatkan pentingnya sinkronisasi data penerima bansos agar tak ada keluarga yang menerima bantuan berlebih sementara yang lain tidak tersentuh.

“Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) harus bisa diwujudkan. Dengan data tunggal, intervensi bisa tepat sasaran dan adil,” ujarnya.

Rapat juga membahas program nasional “Sekolah Rakyat” gagasan Presiden Prabowo Subianto. Karena keterbatasan lahan, Pemkot Surabaya memanfaatkan Kampung Anak Negeri di Wonorejo sebagai lokasi boarding school tingkat SMP bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu. Kuota untuk SMP mencapai 150 siswa, sedangkan 50 siswa SMA akan ditempatkan di asrama UNESA dengan dukungan pemerintah provinsi.

“Ini solusi konkret dengan memanfaatkan fasilitas yang ada dan menyesuaikan kondisi di lapangan,” kata dr. Akma.

Rapat evaluasi ini menggambarkan dinamika kompleks dalam penanganan kesejahteraan sosial di Surabaya. Meski bantuan masih berjalan, perubahan bentuk dan sumber pendanaan menimbulkan persepsi ketidakadilan di lapangan.

Komisi D menegaskan bahwa keterpaduan data dan evaluasi berkala mutlak diperlukan agar program sosial pemerintah benar-benar menyentuh yang membutuhkan, termasuk para lansia yang kini merasa terabaikan.

 

Editor : Deni