Oleh. Esti El Faizah
Sultan Agung Hanyokrokusumo, Sang Pemimpin Mataram,Sang Pahlawan Nasional melakukan gerakan besar dalam sejarah dengan upaya mengakulturasikan, menyelaraskan budaya Jawa dan Islam dengan cara yang cerdas dan cantik. Pemodifikasian kalender saka menjadi kalender Jawa Islam yang mengacu kepada kalender hijriah merupakan simbolisasi penyatuan keberagaman budaya masyarakat saat itu.
Dalam karya "Sastra Gending" Sang Sultan juga berupaya di satu sisi mengharmonikan keutamaan tasawuf para sufi Jawa yang sarat kedalaman kekuatan batiniah dengan kecermatan dan kefaqihan kalangan ahli fiqih di sisi lain. Beliau ingin menunjukkan bahwa unsur lahir dan batin, syariat dan hakikat haruslah seimbang dan selaras.
Dakwah Mataram Islam selanjutnya pada jaman Beliau juga berfokus pada upaya perlawanan terhadap VOC Belanda dengan mengirimkan pasukan pertempuran ke Batavia. Walau tidak berhasil namun upaya tersebut paling tidak sudah berhasil menunjukkan sikap tegas Sultan Agung terhadap penjajah yang membawa misi Gold, Glory and Gospel.
Dalam dakwah lewat kesenian, Mataram Islam meninggalkan adat Sekaten(dari kata Syahadatain) yang sarat makna dan juga menghibur. Dulu ketika pengunjung masuk ke gerbang Sekaten mereka diminta membayar "tiket masuk" dengan membaca dua kalimat syahadat.
Otomatis mereka ber-Islam dengan penuh kedamaian. Jelaslah bahwa keteladanan Mataram Islam bervisi kedamaian, keharmonisan, penyatuan, penghormatan pada keragaman kehidupan masyarakat dengan bersandar pada ajaran Islam, dan bukannya langkah-langkah provokasi, pengkaburan, dan pemecah belahan umat.
Dari sejarah kita juga belajar bahwa Mataram. Islam dengan pergiliran dan pergantian kekuasaannya juga membawa perubahan orientasi dan kebijakannya. Langkah besar dan jejak keteladanan Sultan Hanyokrokusumo memberikan PR bagi para penerusnya. Para penerusnya, sebagaimana manusia pada umumnya, mempunyai kecenderungan benar-salah, bijak-culas, tulus-licik. Persekongkolan dengan Belanda untuk mendapatkan kekuasaan dan perpecahan antar saudara mewarnai lembaran Mataram selanjutnya. Hingga terpecahnya menjadi beberapa kerajaan di Yogya dan Surakarta.
Dari fakta ini kita mestinya tersadar bahwa ketakwaan dan kesholihan pemimpin yang membawa kepada kesejatian kebesaran peradaban tidak serta merta diwariskan, namun perlu adanya Ta'dib, Tarbiyah, proses pengilmuan yang harus terus diwariskan. Dan. Inilah yang harus kita ambil pelajaran dari episode sejarah Mataram Islam ini.
Sehingga isu kekinian tentang Kyai Nusantara VS Habaib Yaman yang diblow-up sekarang ini tampak sangat tendensius. Orang Jawa, Cina, Arab, Eropa, Afrika, ras dan suku apa pun mempunyai potensi benar dan salah.
Jika ada oknum Habaib yang bersalah tidak lantas mengubah fakta sejarah andil kalangan mereka dalam menegakkan kedaulatan Indonesia. Gedung Pegangsaan 56 wakaf seorang Habib menjadi saksi kunci digaungkannya Proklamasi 45. Lagu hari Merdeka yang selalu disenandungkan dengan gegap gempita setiap peringatan hari kemerdekaan adalah karya Habib Ahmad Muthohhar juga. Dan masih banyak catatan sejarah peran para Habaib demi berdaulatnya Indonesia.
Sehingga, kekejian seorang Amangkurat I yang membunuh lebih dari 5000 ulama dan persengkokolannya dengan VOC yang juga diikuti beberapa penerusnya tidaklah kemudian menghapus keutamaan dan kemuliaan peran Sultan Agung bagi umat dan bangsa ini.
Tidak pula orientasi politik kaum Cina pada masa Daendels (1808-1811) yang "Ngatok" menjilat ke Belanda lantas menghilangkan peran pendahulu mereka yang juga berjasa melawan Belanda pada periode "Geger Pecinan"(1740)
So, mari sikap isu Kyai VS Habib ini dengan cerdas.
Dalam wasiat Rasul SAW pada momen Haji Wada, Beliau SAW bersabda:" Tidak ada kemuliaan orang Arab dengan orang Ajam/bukan Arab kecuali dengan takwanya.
QS Al Hujurat ayat 13 pun mendidik kita untuk mensikapi keberagaman suku dan bangsa sebagai sebuah sarana saling mengenal, bersilaturahmi. Dan puncak dari semua" keunggulan" ras, suku, golongan, bangsa adalah pada derajat takwa kepadaTuhannya.
Sebagai ikhtitam, kiranya kita semua harus kembali pada seruan Tuhan:
"Wa'tashimu bihablillah walaa tafarroqu" (QS. Ali Imron 103) "dan berpegangteguhlah kalian pada tali Alloh dan janganlah berpecah belah". Terus bersatu dan berrdaulat, adil dan Makmurlah Indonesia, Semoga.
*Penulis adalah ia masih bernasab pada Mbah Kyai Nur Iman-Mlangi
Editor : Kacong